Nyepi: Hari Kesunyian di Bali

Di setiap penjuru dunia, beragam budaya menyambut tahun baru dengan tradisi dan perayaan yang unik. Mulai dari perayaan ‘Gong Xi Fat Choy’ pada Tahun Baru Imlek hingga perayaan tahun Muharram dalam kalender Islam, masing-masing tradisi menambah warna tersendiri pada setiap perayaannya. Berbeda dengan pesta pora yang riuh yang umumnya dikaitkan dengan Malam Tahun Baru, Nyepi menawarkan awal yang tenang dan sunyi untuk tahun kalender Saka Bali, hari di mana pulau ini terdiam sebagai penghormatan unik terhadap pembaruan spiritual dan introspeksi.

Masyarakat Bali banyak menggunakan sistem penanggalan yang berbeda-beda. Di Bali, ada dua sistem kalender yang mengatur ritme kehidupan sehari-hari. Kalender Gregorian digunakan untuk urusan bisnis dan pemerintahan, tapi untuk segala urusan yang sakral dan budaya, Bali punya dua sistem kalender khusus: Pawukon dan Sasih. Pawukon, dengan 210 hari dalam setahun, menentukan jadwal untuk segala macam upacara adat dan perayaan, seperti festival pura dan tarian tradisional. Sementara Sasih, kalender bulan, menentukan kapan harus memberi penghormatan kepada para dewa. Dua kalender ini memberikan gambaran yang berwarna-warni tentang irama spiritual dan budaya Bali, membentuk kehidupan pulau yang penuh warna .

Jika masyarakat Barat merayakan Tahun Baru dengan perayaan yang penuh kegembiraan, masyarakat Bali menganut tradisi yang berbeda: Hari Raya Nyepi, yang juga dikenal sebagai Hari Sunyi. Perayaan yang tenang ini terjadi sehari setelah bulan gelap pada ekuinoks musim semi, menandai awal tahun baru dalam kalender Hindu Saka, yang dimulai pada tahun 78 M.

Nyepi lebih dari sekadar hari refleksi yang tenang, ini adalah waktu untuk menyelaraskan diri dengan alam, yang berakar pada legenda kuno. Legenda mengatakan bahwa Raja Kaniska I dari India, yang dikenal karena kebijaksanaannya dan penerimaannya terhadap beragam keyakinan, memainkan peran penting dalam menyebarkan agama Hindu dan Budha. Selama periode ini, Aji Saka melakukan perjalanan ke Indonesia, memperkenalkan tahun Saka dan meletakkan dasar makna budaya Nyepi.

Menjelang Nyepi, beberapa ritual penting dilakukan:

Melasti atau Mekiyis atau Melis (tiga hari sebelum Nyepi): Upacara pembersihan ini melibatkan penyucian pratima atau arca (patung) untuk membina hubungan lebih dekat dengan dewa. Peserta membersihkan seluruh aspek alam, secara simbolis mengambil Amerta (sumber kehidupan abadi) dari sumber air seperti laut, sungai, atau danau. Patung dewa dari pura desa dimandikan secara upacara di sungai oleh Baruna, Penguasa laut Bali.

Tawur Kesanga (sehari sebelum Nyepi): Desa-desa di seluruh Bali mengadakan upacara pengusiran setan yang rumit di persimpangan jalan utama, yang diyakini sebagai tempat berkumpulnya Roh Jahat ( Bhuta Kala). Seka Teruna, organisasi pemuda Banjar membangun Ogoh-ogoh, patung raksasa yang melambangkan roh jahat yang harus diusir. Setelah matahari terbenam, prosesi meriah yang menampilkan parade Ogoh-ogoh melintasi jalan-jalan diiringi musik gamelan tradisional Bali dimainkan oleh seka Teruna dan malam harinya diakhiri dengan pembakaran Ogoh-ogoh untuk membersihkan komunitas dari kekuatan jahat Untuk mewujudkan harmonisasi hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya, Tawur Kesanga dilaksanakan di setiap lapisan masyarakat, mulai dari rumah warga. Pada malam harinya, umat Hindu yang merayakan Ngerupuk, mulai membuat keributan dengan kentongan mengelilingi rumah dan menyalakan obor serta membakar Ogoh-ogoh untuk mengusir Bhuta Kala, roh jahat, dari kehidupan kita.

Nyepi: Nyepi sendiri adalah hari keheningan dan introspeksi mendalam. Pecalang, penjaga keamanan tradisional Bali, berpatroli di jalan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan Nyepi. Orang-orang menahan diri dari aktivitas apa pun, termasuk bekerja, bepergian, dan hiburan. Tidak boleh ada lalu lintas, tidak hanya mobil tetapi juga orang yang harus tinggal di rumahnya sendiri. Cahaya dijaga seminimal mungkin atau tidak sama sekali, radio atau TV dimatikan, tentu saja internet juga dimatikan dan bahkan aktivitas romantis pun tidak dianjurkan. Sepanjang hari hanya diisi dengan gonggongan beberapa anjing, lengkingan serangga, dan ini merupakan hari yang tenang dan panjang dalam kalender pulau yang sibuk ini. Pada hari raya Nyepi, harapan terbesar adalah agar dunia menjadi bersih kembali dan segalanya dimulai dari awal. Manusia menunjukkan kendali simbolisnya atas diri sendiri dan “kekuatan” dunia dengan mematuhi kendali agama yang mewajibkan. Hal ini menandai periode pembaharuan spiritual dan kesadaran akan harmoni antara manusia dan alam semesta.

Ngembak Geni (sehari setelah Nyepi): Pada hari ini, yang dikenal sebagai “Hari Api”, perayaan Nyepi yang ketat berakhir. pada Ngembak Geni juga kerap dilakukan Dharma Shanti. Dengan saling mengunjungi dan mengucapkan selamat tahun baru, agar terbina kerukunan umat beragama.  Ada pula yang ke pura-pura, untuk menghaturkan ngayah Dharma Gita atau melantunkan nyanyian suci. Seperti kidung, kakawin, pembacaan sloka, dan Tak heran juga hari Ngembak Geni kemudian dimanfaatkan para pemedek untuk melakukan persembahyangan kemudian dilanjutkan dengan pelukatan. 

 

Dilihat dari perspektif agama dan filsafat, Nyepi dianggap sebagai hari introspeksi diri untuk menetapkan nilai-nilai, seperti kemanusiaan, cinta, kesabaran, kebaikan, dan sebagainya, yang harus dijunjung tinggi selamanya. Bagi umat Hindu Bali, Nyepi bukan sekadar hari raya biasa; ia merupakan salah satu hari keagamaan terpenting yang dihormati dengan sungguh-sungguh, terutama di desa-desa di luar pusat pariwisata Bali yang ramai. Hotel-hotel mungkin dikecualikan dari beberapa aturan ketat Nyepi, namun jalan-jalan di sekitarnya akan ditutup bagi pejalan kaki dan kendaraan (kecuali untuk shuttle bandara atau kendaraan darurat), dan pengawas desa (Pecalang) akan berjaga di pantai untuk memastikan ketertiban. Oleh karena itu, di mana pun Anda menginap selama Hari Nyepi di Bali, ini akan menjadi kesempatan yang baik untuk menghabiskan waktu di dalam ruangan. Nyatanya, Hari Nyepi telah membuat Bali menjadi sebuah pulau yang unik.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Whatsapp
Share on Linkdin
Share on Pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *